Rabu, 27 Januari 2010

Sumber Hukum Dalam KUHPerdata

Subyek Hukum dalam KUH Perdata

Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum, misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha, dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) terdiri dari empat bagian, yaitu:
  • Buku I : berisi tentang Orang
Mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
  • Buku II : berisi tentang Kebendaan
Mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris, dan penjaminan.
Yang dimaksud dengan benda adalah segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik. Macam-macam benda, antara lain :
(i)           benda berwujud yang tidak bergerak, misalnya tanah, bangunan, dan kapal dengan berat tertentu.
(ii)         benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak.
(iii)       benda tidak berwujud, misalnya hak tagih atau piutang. Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
  • Buku III : berisi tentang Perikatan/Perjanjian
Mengatur tentang hukum perikatan atau kadang disebut juga perjanjian, yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian, syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
  • Buku IV: berisi  tentang Pembuktian dan Kadaluarsa
Mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian. Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Pengertian Subyek Hukum
Subyek hukum adalah segala sesuatu yang memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Dalam menjalankan perbuatan hukum, subyek hukum memiliki wewenang. Wewenang subyek hukum ini dibagi menjadi dua, yaitu :
  1. Wewenang untuk mempunyai hak (rechtsbevoegdheid)
  2. Wewenang untuk melakukan/menjalankan perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Pembagian Subyek Hukum
Subyek hukum terdiri dari :
  1. Orang/manusia (naturlijke person)
Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum, yaitu manusia mempunyai hak-hak subyektif dan kewenangan hukum. Dalam hal ini kewenangan hukum berarti kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kendungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
  1. Cakap hukum (Pasal 1330 KUH Perdata)
            -       Dewasa (berusia 21 tahun)
            -       Belum berusia 21 tahun tetapi sudah menikah
     2.   Tidak cakap hukum (Pasal 1331 KUH Perdata)
         -       Orang yang belum dewasa
         -       Kurang cerdas
         -       Sakit ingatan
         -       Orang yang berada dalam pengampuan, pengawasan 

1. Badan hukum (recht person)
Menurut sifatnya badan hukum dibagi menjadi dua, yaitu :
- Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang didirikan oleh pemerintah.
Contoh : Provinsi, kotapraja, lembaga-lembaga, dan bank-bank negara
- Badan hukum privat, yaitu badan hukum yang didirikan oleh privat (bukan   pemerintah).
Contoh    :   Perhimpunan, Perseroan Terbatas, Firma, Koperasi, Yayasan


PERISTIWA HUKUM
Yang dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum (rechtsfeit) adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum.
Contoh :
  • Peristiwa transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini terdapat akibat yang diatur oleh hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban, sebagaimana pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa ”Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.
  • Peristiwa kematian seseorang. Pada peristiwa kematian seseorang secara wajar, dalam hukum perdata akan menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum, misalnya penetapan pewaris dan ahli waris. Pada pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Sedangkan apabila kematian seseorang tersebut akibat pembunuhan, maka dalam hukum pidana akan timbul akibat hukum bagi si pembunuh, yaitu ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagaimana disebutkan pada pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa ”Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar atau pembunuhan, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
  • Seorang pria menikahi wanita secara resmi. Peristiwa pernikahan atau perkawinan ini akan menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum yakni hukum perkawinan dimana dalam peristiwa ini timbul hak dan kewajiban bagi suami istri. Pada  pasal 31 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi “Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Sedangkan pasal 34 ayat (2) menetapkan ”Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.
Setelah memperhatikan contoh-contoh diatas, ternyata peristiwa hukum itu dapat di bedakan menjadi dua, yaitu :
  1. Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum
Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum adalah semua perbuatan yang dilakukan manusia atau badan hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum. Contoh : peristiwa pembuatan surat wasiat dan peristiwa tentang penghibahan barang.
b.   Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum
Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum adalah semua peristiwa hukum yang tidak timbul karena perbuatan subyek hukum, akan tetapi apabila terjadi dapat menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Misal kelahiran seorang bayi, kematian seseorang.
Perbuatan subyek hukum dapat di bedakan menjadi dua, yaitu :
  1. Perbuatan subyek hukum yang merupakan perbuatan hukum
Perbuatan subyek hukum yang merupakan perbuatan hukum adalah perbuatann subyek hukum yang akibat hukumnya dikehendaki pelaku. Jadi unsur kehendak merupakan unsur esensial dari perbuatan tersebut. Contohnya perbuatan jual beli, perjanjian sewa menyewa rumah, dan lain sebagainya.
2.  Perbuatan subyek hukum yang bukan perbuatan hukum
Perbuatan subyek hukum yang bukan perbuatan hukum adalah perbuatan subyek hukum yang akibat hukumnya tidak dikehendaki pelaku.
Contoh :
1.   Zaakwaarneming (perwakilan sukarela) yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walapun bagi hukum tidak perlu akibat tersebut dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu. Misalnya pada pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :
Jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas”.
2.   Onrechtmatigedaad (perbuatan melawan hukum), misalnya pada pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau pasal 1401 Burgerlijk Wetboek, yang menetapkan  :
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar