Jumat, 14 Mei 2010

Pemohon Pertanyakan Keabsahan Ijazah Calon Bupati

Sengketa Pemilukada Kab. Sumbawa Barat: Pemohon Pertanyakan Keabsahan Ijazah Calon Bupati

Hakim Ketua Panel Akil Mochtar sedang memberikan pertanyaan kepada Kuasa Pemohon Mengenai sengketa Pemilukada Sumbawa Barat, Rabu (12/05) di ruang Sidang Panel MK.
Jakarta, MK Online - Ijazah Sekolah Rakyat Negeri (SRN) yang digunakan Zulkifli sebagai persyaratan calon Bupati Sumbawa Barat, tidak sah. Sebab tahun 1968 sudah tidak ada lagi SRN karena sudah berganti nama menjadi Sekolah Dasar Negeri (SDN). Demikian dikatakan kuasa Pemohon, Indra S., dalam gelar perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Sumbawa Barat, Rabu (12/5/10) bertempat ruang panel lt. 4 gedung MK.
Permohonan ini diajukan oleh Andy Azisi Amin-Dirmawan (Aman), pasangan calon bupati (cabup)/wakil bupati (cawabup) Sumbawa Barat. Sidang dengan agenda Pemeriksaan Perkara Nomor Nomor.6/PHPU.D-VIII/2010 tentang Sengketa Perselisihan Hasil Suara Pemilukada Kabupaten Sumbawa Barat ini dihadiri kuasa Pemohon, Termohon Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kab. Sumbawa Barat dan kuasanya.
Setelah mempersilakan para pihak yang hadir untuk memperkenalkan diri, Panel Hakim yang terdiri M. Akil Mochtar sebagai ketua panel, Muhammad Alim, dan Hamdan Zoelva, masing-masing sebagai anggota panel, mengingatkan kepada para pihak mengenai persidangan sengketa hasil suara Pemilukada. "Sengeketa Pemilukada ini adalah perkara speedy trial, penyelesaian perkaranya dibatasi oleh waktu 14 hari kerja," kata Ketua Panel M. Akil Mochtar.
Oleh karena itu, lanjut Akil, Pemohon, Termohon, atau Pihak Terkait harus betul-betul mengerti proses persidangan Pemilukada di MK. Misalnya mempersiapkan bukti, saksi, baik dari Pemohon maupun Termohon. "Kita tidak akan memberikan toleransi jika saudara-saudara tidak siap," lanjut Akil.

Lebih lanjut Indra menjelaskan, pelanggaran dimulai pada tahap pencalonan oleh Pasangan no. urut 2 (incumbent) Zulkifli Muhadli-Mala Rahman. Hal ini terkait dengan gugatan publik terhadap Termohon KPUD Sumbawa Barat mengenai keabsahan ijazah Zulkifli. "Tahun 1968 tidak ada lagi nomenklatur SRN, tapi nomenklaturnya sudah SDN", kata Indra. 
Terkait gugatan masyarakat mengenai nomenklatur SRN tahun 1968, kata Indra, Termohon telah menanyakan kepada Mendiknas. Namun, tanpa menunggu jawaban dari Mendiknas, Termohon menetapkan pasangan nomor urut 2 sebagai cabup/cawabup. "Termohon dengan subyektifitasnya memaksakan kehendaknya menetapkan calon atas nama Zulkifli Muhadli dan Mala Rahman menjadi pasangan calon tetap dengan nomor urut 2," kata Indra.
Kemudian, pada 5 April 2010, Mendiknas melalui Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah menjawab surat Termohon. Surat itu mempertegas surat dari Diknas Sumbawa yang menyatakan nomenklatur yang berlaku pada 1968 adalah SDN. "Yang diberlakukan sejak tahun 1968 adalah SDN," tegas Indra.
Di samping masalah keabsahan ijazah, Pemohon juga mendalilkan Pihak Terkait pasangan calon no. urut 2 melakukan pelanggaran yang sistematif, massif, terstruktur, dan terencana. Dimulai proses awal kampanye diwarnai pelanggaran dan kecurangan. Pemohon mencontohkan adanya pengerahan pegawai negeri sipil (PNS), penggunaan fasilitas negara dan mobil dinas untuk kampanye. "Hal ini sudah kami persoalkan sejak awal kepada Panwas," kata Indra.
Selain itu, kata Indra, adanya intimidasi terhadap PNS untuk memilih pasangan no. urut 2 dengan ancaman mutasi. "Ada saksi kita yang termutasi ketika tidak mengikuti instruksi untuk memilih pasangan calon no. urut 2," kata Indra.
Pelanggaran lainnya, adanya kampanye terselubung yang dilakukan pada hari tenang. Modusnya, para PNS dipanggil oleh Sekda dengan alasan pembinaan pegawai. "Dalam forum itu ada pengarahan suara untuk memilih calon no. urut 2," lanjut Indra di hadapan panel Hakim Konstitusi.
Selanjutnya, kata Indra, terjadinya money politics yang hampir merata di semua tempat. Bentuknya adalah pemberian uang, sembako, dan insentif lainnya seperti janji-janji pembagian sapi, dana bantuan koperasi berbasis RT sebesar 13 milyar, dalam rangka mengarahkan suara pemilih. "Ini salah satu bentuk money politcs dengan menggunakan kedok program Pemda sebagai upaya menggiring suara pemilih," terang Indra.
Di samping itu, lanjut Indra, terjadinya pemilih ganda. Pemohon juga dirugikan karena basis pemilih Pemohon tidak terdaftar dalam daftar calon pemilih tetap (DPT). Hal ini sudah dilaporkannya kepada Panwas.
KPU Bantah Pelanggaran
Menanggapi permohonan, Termohon KPU Sumbawa Barat melalui kuasanya, D.A. Malik menyatakan uraian permohonan Pemohon tidak menjelaskan hasil perhitungan suara sebagaimana rekomendasi Pasal 1 Ayat (8) junto Pasal Pasal 6 Ayat (2) Peraturan MK No. 15/2008. "Sehingga uraian yang disampaikan oleh pihak Pemohon sesungguhnya di luar kewenangan Mahkamah Konstitusi," kata Malik dalam eksepsinya.
Lebih lanjut Malik mengatakan, uraian permohonan pada point 8 sampai 15 menyangkut tentang pelanggaran-pelanggaran yang nota bene domain Panwaslu.
Terkait keabsahan ijazah, Termohon telah melakukan verifikasi faktual dan administratif. Termohon telah berkirim surat kepada Dinas Pendidikan Kabupaten, Provinsi hingga Mendiknas. Termohon mengakui pada 5 April 2010 ada jawaban dari Mendiknas terkait nomenklatur ijazah tahun 1968. Namun, menurut Termohon, Mendiknas tidak menyebutkan dengan tegas bahwa ijazah SRN yang digunakan Pihak Terkait adalah ijazah palsu. "Dalam klausula surat dari mendiknas, tidak ada secara tegas menyatakan ijazah SRN Kiai (Zulkifli) ini palsu sebagaimana tuduhan Pemohon," kata Malik.
Sidang dilanjutkan pada Senin pekan depan, 17 Mei 2010 pukul 10.00 WIB dengan agenda mendengar keterangan saksi Pemohon. Pemohon mengajukan 12 saksi fakta untuk didengar keterangannya di depan Majelis Hakim Konstitusi. (Nur Rosihin Ana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar